-->

Interpretasi BMKG-OFS

Interpretasi Keluaran BMKG Ocean Forecast System (OFS)


INTERAKSI ATMOSFER-LAUT
Fenomena meteorologi dan oseanografi di wilayah indonesia sebagai bahan pertimbangan dan justifikasi perlu dipahami prakirawan dalam kaitannya dengan pembuatan layanan informasi meteorologi maritim. Wilayah Indonesia memiliki fenomena gangguan cuaca yang dapat berdampak pada keadaan cuaca maritim antara lain : El nino Southern Oscilattion , Indian ocean Dipole mode, gelombang Kelvin dan rossby, Monsun Asia-Australia, Siklon tropis, Arlindo dan MJO. Penelitian oleh Kurniawan, dkk (2011) menggunakan data dalam rentang waktu 10 tahun telah mengidentifikasi bahwa monsun merupakan pengendali utama penyebab adanya variasi gelombang di perairan Indonesia, dimana intensitas gelombang pada puncak monsun lebih tinggi dibandingkan pada musim peralihan. Selain itu, analisis terhadap terhadap fenomena monsun hanya menggambarkan variasi secara musiman.


Korelasi Angin Dan Tinggi Gelombang Laut


Berdasarkan Informasi dari gambar di atas kecepatan angin mempunyai korelasi yang cukup tinggi di wilayah perairan Indonesia, hal ini menguatkan bahwa pola monsunal mempunyai peranan penting dalam pembentukan varian gelombang di perairan Indonesia seperti Laut natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, Laut Banda dan Laut Arafuru. Sedangkan untuk perairan yang berbatasan dengan Samudera seperti perairan barat Sumatera dan Selatan Jawa hingga NTB serta Perairan utara Maluku dan Papua terlihat korelasi sangat rendah hal ini bisa jadi dikarenakan pembentukan gelombang di wilayah tersebut juga disebabkan oleh penjalaran swell (alun).

Selain itu, daerah kondisi perairan Indonesia yang hangat dapat menjadi pembentukan siklon tropis di wilayah belahan bumi utara dan selatan. Dampak siklon tropis diantaranya adalah adanya peningkatan intensitas curah hujan dan kecepatan angin (McGregor dan Nieuwolt, 1988). Adanya sistem tekanan rendah di pusat siklon dapat mempengaruhi medan angin pada skala regional dan menyebabkan gelombang esktrem yang dapat merambat ke tempat lain berupa alun (swell) yang amplitudonya tergantung pada intensitas, jalur lintasan, dan durasi kejadian siklon (Laing dan Evans, 2015). Namun demikian, wilayah Indonesia tidak dilintasi secara langsung oleh siklon tropis. Meskipun demikian perairan-perairan yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, Samudra Pasifik, Laut China Selatan, dan Perairan Australia dapat terkena dampaknya berupa alun yang dibangkitkan oleh siklon (Chen dkk., 2002; Semedo dkk., 2011).

Klimatologi Siklon Tropis Di BBU dan BBS

MJO juga merupakan fenomena yang juga mempengaruhi medan angin dan berpotensi menyebabkan adanya gelombang tinggi (Stopa dkk., 2013). Siklus MJO biasanya terjadi selama selama 30-60 hari yang melibatkan variasi angin, suhu permukaan laut, perawanan, dan hujan pada wilayah yang dilaluinya (Madden dan Julian, 1971). Secara skematis mengenai perambatan MJO yang bergerak dari barat menuju ke timur, dimulai dari Samudra Hindia, melintas wilayahIndonesia dan berakhir di Samudra Pasifik, dan pengaruhnya terhadap medan angin permukaan serta angin di lapisan troposfer atas. Konvergensi angin permukaan skala besar yang berasosiasi dengan aktivitas konvektif pada MJO dapat memperkuat atau memperlemah angin latar (background wind) sepanjang daerah perambatannya.


Korelasi MJO dan Anomali SWH

Fenomena Extratropical cyclone di wilayah selatan Austalia dan Mascarene High yang merupakan pola tekanan tinggi (25°LS-35°LS dan 40°BT-90°BT) pada periode bulan Juni - September dapat menyebabkan kecepatan angin yang tinggi dan penjalaran swell/alun ke perairan barat Sumatra dan selatan Jawa. Hal ini memberikan peningkatan intensitas tinggi gelombang di perairan barat Sumatra dan perairan selatan Jawa. 

Pola Extratropicalcyclone dan Mascarene High

Pemodelan numerik mempunyai keterbatasan / asumsi dalam menjalankan model, dalam melakukan intrepetasi pemodelan prakiwaran harus memahami keterbatasan pemodelan tersebut. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa Ina-Waves merupakan pemodelan gelombang laut mempunyai beberapa parameter yang terdiri dari gelombang signifikan, swell dan wind sea.

Gelombang Significant

Arah Dan Kecepatan Angin

Wind Sea

Swell
Keluaran Model InaWave

Dari Gambar diatas terlihat hubungan antara kecepatan angin dengan gelombang signifikan, wind sea serta swell. Sebagai contoh, pada area Laut Arafuru kecepatan angin berkisar antara 20 – 25 knot dengan tinggi gelombang signifikan berkisar antara 2 – 3 meter. Dari gambar terlihat tidak adanya penjalaran swell di wilayah tersebut (ditandai berwarna putih) dengan artian bahwa tinggi gelombang di wilayah tersebut lebih di dominasi oleh wind sea yang mempunyai periode gelombang lebih pendek dan kecuraman gelombang yang lebih besar. Berbeda halnya dengan perairan barat Nias dan Mentawai terlihat tinggi gelombang signifikan mencapai 2.5 – 3.0 meter, namun kondisi angin di wilayah tersebut cenderung lemah berkisar antara 4 – 8 knot. Kondisi ini sesuai dengan wind sea, terlihat tinggi wind sea pada wilayah tersebut mendekati nol (ditandai warna putih), dengan artian bahwa perairan barat Nias dan Mentawai tinggi gelombang lebih di dominasi oleh Swell, dari gambar juga terlihat terdapat 2 (dua) penjalaran swell yang berbeda yaitu penjalaran dari arah Tenggara dan Barat Daya dimana penjalaran kedua swell itu dapat saja saling bersuperposisi satu sama yang lainnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah dominasi penjalaran gelombang di wilayah tersebut mempunyai periode yang lebih besar atau gelombang yang lebih panjang.

Keluaran Model InaFlow

Gambar diatas merupakan keluaran dari model Ina Flows yang terdiri dari arus laut (kiri atas), salinitas (kanan atas), sea level (kiri bawah) dan Suhu laut (kanan bawah). Model ini memperlihatkan nilai per kedalaman, sebagai contoh pada gambar arus laut diatas merupakan kedalaman 100 meter. Warna putih menunjukkan pada daerah tersebut kedalaman laut tidak mencapai 100 meter, sebagai contoh Laut Jawa dan Laut Arafuru bagian timur. Pada gambar arus diatas juga sudah terlihat adanya pola Arus Lintas Indonesia (Arlindo) pada kedalaman 100 meter di sekitas Laut Sulawesi hingga Selat Makassar yang menuju Selat Lombok dan Ombai. Gambar Sea Level menunjukkan anomali sea level terhadap Mean Sea Level (MSL), warna merah (positif) menunjukkan nilai sea level berada diatas MSL, begitu sebaliknya warna biru (negatif) menunjukkan nilai sea level berada di bawah MSL dalam satuan meter.


NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post